Senin, 13 Februari 2012

inkar as-sunnah


MAKALAH
KEDUDUKAN HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM DAN PERMASALAHAN KELOMPOK INGKAR AS-SUNNAH

Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi tugas terstruktur
 Pengantar Studi Hadits




Dosen Pembimbing :
A.Syatory,M.Si.

Disusun Oleh :
Ahmad Hidayat


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
SYEKH NURJATI CIREBON
DESEMBER,2011


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kita semua tahu bahwa hadits merupakan landasan atau sumber hokum islam kedua setelah Al-Quran. Dimana setelah Nabi SAW wafat terjadi banyak fitnah terhadap para sahabat yang mengakibatkan lahirnya kelompok ingkar as-sunnah, baik perseorangan ataupun kelompok yang terorganisasi. Maka dalam makalah ini  akan dijelaskan bagaimana kedudukan hadits sebagai sumber hokum islam dan permasalahan kelompok ingkar as-sunnah.

1.2. Rumusan Masalah
Mengacu kepada latar belakang yan sudah dijeaskan di atas, maka rumusan masalah ini, sebagai berikut :
1.      Bagaimana kedudukan hadits sebagai sumber hokum islam ?
2.      Bagaimana permasalahan ingkar as-sunnah pada masa klasik dan masa modern ?
3.      Apa yang menyebabkan terjadinya engingkaran terhadap as-sunnah?

1.3. Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah untuk menjelaskan lebih lanjut rumusan masalah di atas, yakni :  
1.      Menjelaskan kedudukan hadits sebagai sumber hokum islam.
2.      Menjelaskan permasalahan kelompok ingkar as-sunnah pada masa klasik dan masa modern.
3.      Memaparkan sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya pengingkaran terhadap as-sunnah.


BAB 2
KEDUDUKAN HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

Seluruh umat islam, baik yang ahli naqli ataupun yang ahli akal telah sepakat bahwa hadits merupakan dasar hukum islam, yang merupakan salah satu dari sumber hukum islam. Ia menempati kedudukannya yang sangat penting setelah Al-Quran. Umat islam diwajibkan mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti Al-Quran. Dengan demikian antara hadits dan Al-Quran memiliki kaitan yang sangat erat, yang satu sama lain tidak bisa dipisahkan atau berjalan sendiri-sendiri.[1]
Menurut  Muhammad ajjal Al-Khatib, bahwa Al-Quran dan hadits merupakan dua sumber hukum syariah islam yang tetap, yang orang muslim tidak mampu memahami syariat islam dengan tanpa kembali kepada dua sumber tersebut. Mujtahid dan orang dalam pun tidak diperbolehkan hanya mencakupkan diri denan salah satu dari keduanya.[2]
Banyak ayat Al-Quran dan hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits itu merupakan salah satu sumber hukum islam selain Al-quran yang wajib diikuti sebagaimana mengikuti al-quran, baik dalam bentuk awamir ataupun nawaminya.

1. Dalil Al-Quran
Firman Allah dalam surat Al-Hashr ayat 7 :
“ Apa yang diberikan rasul kepadamu terimalah dan apa-apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada Allah,
 sesungguhnya Allah sangat keras hukum-Nya”.

Dan firman Allah dalam surat Al-Maidah  ayat 92 :
“ Dan taatlah kamu kepada Allah dan kepada Rasul-Nya dan
berhati-hatilah”
Disamping itu, banyak juga ayat yang mewajibkan ketaatan kepada rasul secara khusus dan terpisah, antara lain :[3]
1.    Q.S.An-Nissa ayat 65 dan 80
2.    Q.S.Ali Imran ayat 31
3.    Q.S.An-Nur ayat 56, 62, dan 63
4.    Q.S.Al-Araf ayat 158

Ayat-ayat di atas dapat ditarik gambaran bahwa setiap ada perintah taat kepada Allah harus diiringi taat kepada rasul-Nya. Dari sinilah sebetulnya dapat dinyatakan bahwea ungkapan wajib taat kepada rasul dan larangan mendurhakainya.

2. Dalil Hadits Rasulallah SAW
Dalam salah satu pesan rasulallah , berkenaan dengan keharusan menjadikan hadits sebagai sumber hukum atau pedoman hidup disamping Al-Quran sebagai pedoman utamanya. Seperti sabda Nabi Muhammad SAW., sebagai berikut :[4]

“ Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian. Jika kalian berpegang pada keduannya, niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah (Al-quran) dan sunah Rasul-Nya “
(HR.Al-Hakim dari Abu Hurairah)

Hadits tersebut menunjukan bahwa nabi SAW diberi al-quran dan sunnah, dan mewajibkan kita berpegang teguh pada keduanya, serta mengambil yang ada pada sunnah seperti mengambil pada al-quran. Masih banyak hadits yangmenegaskan tentang kewajiban mengikuti perintah dan tuntutan Nabi SAW.

3. Kesepakatan Ulama ( Ijma )              
Seluruh umat islam telah sepakat untuk menjadikan dan mengamalkan hadits sebagai salah satu dasar hukum beramal, karena sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah SWT. Disamping itu penerimaan mereka terhadap hadits sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Quran, ketika keduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber huku islam.
Banyak peristiwa menunjukan adanya kesepakatan menggunakan hadits sebagai sumber hukum islam, antara lain : ketika Abu Bakar dibaiiat menjadi khalifah, ia pernah berkata “ saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh rasulallah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya”.[5]
Pembahasan tentang hadits sebagai dasar hukum syariat islam dilakukan secara luas dalam semua kitab ushuf fiqh dan dari semua mazhab, sedemikian pentingnya sampai Al-Auzyi mengatakan bahwa “Al-quran lebih membutuhkan hadits disbanding dengan kebutuhan hadits terhadap Al-quran”.[6]
Menurut As-Saukani : singkatnya keberadaan sebagai hujjah (sumber hukum islam) serta wewenang dalam penetapan hukum sudah merupakan keharusan dalam agama, tak seorangpun berbeda paham tentangnya kecuali mereka yang tidak memiliki cukup ilmu dalam islam.[7]
 


BAB 3
 INGKAR AS-SUNNAH


3.1. Pengertian Ingkar As-Sunnah
Ingkar as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini mengakibatkan tertolaknya sunnah baik sebagian maupun keseluruhannya.
Menurut Imam Syafi’i ada tiga jenis kelompok ingkar as-sunnah. Pertama, kelompok yang menolak hadits-hadits rasulallah SAW secara keseluruhan dan beranggapan bahwa al-quran diturunkan Allah dalam bahasa arab, dengan penguasaan bahasa arab yang baik, al-quran dapat dipahami tanpa memerlukan bantuan penjelasan dari sunah-sunah Nabi SAW. Kedua, kelompok yang menolak hadits Nabi, yang kandungannya baik secara implicit ataupun eksplisit tidak disebutkan dalam Al-quran. Mereka  beragumentasi bahwa Al-quran telah menjelaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan ajaran agama islam, karena itu lanjut mereka, hadits Nabi tidak memiliki otoritas yang menentukan hukum di luar ketentuan yang terdapat dalam Al-quran.
Ketiga, kelompok yang menolak hadits Nabi yang berstatus ahad dan hanya meneriam hadits yang bertaraf mutawatir. Kelompk ini beranggapan bahwa hadits ahad sekalipun memenuhi persyaratan sebagai hadits Nabi adalah bernilai zhanni al-wurud (proses penukilan tidak meyakinkan).[8]
Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan beberapa ayat al-Qur’an sebagai dallil yaitu:

ﻮﺍﻦ ﺍﻠﻈﻦ ﻻﻴﻐﻨﻰ ﻤﻦ ﺍﻠﺤﻖ ﺸﻴﺌﺎ
“…Sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran”. (Q.S.An-Najm :28)
Berdasarkan ayat di atas, mereka berpendapat bahwa hadits Ahad tidak dapat dijadikan hujjah atau pegangan dalam urusan agama. Menurut kelompok ini, urusan agama harus didasarkan pada dalil yang qath’i yang diyakini dan disepakati bersama kebenarannya. Oleh karena itu hanya al-Qur’an dan hadits mutawatir saja yang dapat dijadikan sebagi hujjah atau sumber ajaran Islam.

3.2. Sejarah Perkembangan Ingkar As-Sunnah
A. Ingkar As-Sunnah Klasik
Pertanda munculnya “Ingkar Sunnah” sudah ada sejak masa sahabat, ketika Imran bin Hushain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadits, seseorang menyela untuk tidak perlu mengajarkannya, tetapi cukup dengan mengerjakan al-Qur’an saja. Menanggapi pernyataan tersebut Imran menjelaskan bahwa “kita tidak bisa membicarakan jumlah rakaat dalam shalat, dengan segala syarat-syaratnya kecuali dengan petunjuk Rasulullah saw. Mendengar penjelasan tersebut, orang menyadari kekeliruannya dan berterima kasih kepada Imran karena telah menyadarkannya. Akhirnya, sebelum wafat, orang tersebut menjadi ahli fiqh.[9]
Sikap penampikan atau pengingkaran terhadap sunnah Rasul saw yang dilengkapi dengan argumen pengukuhan baru muncul pada penghujung abad ke-2 Hijriyah pada awal masa Abbasiyah. Pada masa ini bermunculan kelompok ingkar as-sunnah. Menurut imam Syafi’i ada tiga kelompok ingkar as-sunnah seperti telah dijelaskan di atas. Antara lain :

1. Khawarij
Dari sudut kebahasaan, kata khawarij merupakan bentuk jamak dari kata kharij yang berarti sesuatu yang keluar. Sementara menurut pengertian terminologis khawarij adalah kelompok atau golongan yang pertama keluar dan tidak loyal terhadap pimpinan yang sah. Dan yang dimaksud dengan khawarij disini adalah golongan tertentu yang memisahkan diri dari kepemimpinan Ali bin Abi Thalib r.a.

 Ada sumber yang mengatakan bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat sebelum terjadinya fitnah yang mengakibatkan terjadinya perang saudara. Yaitu perang jamal (antara sahabat Ali r.a dengan Aisyah) dan perang Siffin ( antara sahabat Ali r.a dengan Mu’awiyah r.a). Dengan alasan bahwa seelum kejadian tersebut para sahabat dinilai sebagai orang-orang yang ‘adil (muslim yang sudah akil-baligh, tidak suka berbuat maksiat, dan selalu menjaga martabatnya). Namun, sesudah kejadian fitnah tersebut, kelompok khawarij menilai mayoritas sahabat Nabi SAW sudah keluar dari islam. Akibatnya, hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat setelah kejadian tersebut mereka tolak.
Seluruh kitab-kitab tulisan orang-orang khawarij sudah punah seiring dengan punahnya mazhab khawarij ini, kecuali kelompok Ibadhiyah yang masih termasuk golongn khawarij. Dari sumber (kitab-kitab) yang ditulis oleh golongan ini ditemukan Hadits nabi saw yang diriwayatkan oleh atau berasal dari Ali, Usman, Aisyah, Abu Hurairah, Anas bin Malik, dan lainnya. Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan bahwa seluruh golongan khawarij menolak Hadits yang diriwayatkan oleh Shahabat Nabi saw, baik sebelum maupun sesudah peristiwa tahkim adalah tidak benar.[10]

2. Syiah
 Kata syiah  berarti ‘para pengikut’ atau para pendukung. Sementara   menurut istilah ,syiah adalah golongan yang menganggap Ali bin Abi Thalib lebih utama daripada  khalifah yang sebelumnya, dan berpendapat bahwa al-bhait     lebih berhak menjadi khalifah daripada yang lain.
Golongan syiah terdiri  dari berbagai kelompok  dantiap kelompok   menilai   kelompok yang lain sudah keluar dari islam. Sementara kelompok yang masih eksis hingga sekarang adalah kelompok Itsna ‘asyariyah. Kelompok ini menerima hadits nabawi sebagai salah satu syariat islam. Hanya  saja ada perbedaan nmendasar antara kelompok syiah ini dengan golongan ahl sunnah  (golongan  mayoritas umat islam), yaitu dalam hal penetapan  hadits.
Golongan syiah menganggap bahwa sepeninggal Nabi SAW mayoritas para sahabat sudah murtad kecuali beberapa orang saja yang menurut menurut merekamasih tetap muslim. Karena itu, golongan syiah menolak hadits-hadits yang diriwayatkan oleh mayoritas  para sahabat tersebut. Syiah hanya menerima hadits-hadits yang  diriwayatkan oleh ahli baiat saja.[11]                                                

3. Mutazilah
Arti kebahasaan dari kata mutazilah adala ‘sesuatu yang  mengasingkan diri’. Sementara yang dimaksud disini adalah golongan yang mengasingkan diri mayoritas umat islam karena berpendapat bahawa seorang muslim yang fasiq idak dapat disebut mukmin atau kafir.
Imam Syafi’I menuturkan perdebatannya dengan orang yang menolak sunnah, namun beliau tidak menelaskan siapa arang yang menolak sunah itu. Sementara sumber-sumber yang menerankan sikap mutazilah erhadap sunnah masih terdapat kerancuan, apakah mutazilah  menerima sunnah keseluruhan, menolak keseluruhan, atau hanya menerima sebagian sunnah saja.
Kelompok mutazilah menerima sunnah seperti halnya umat islam, tetapi mungkin ada beberapa hadits yang mereka kritik apabila hal tersebut berlawanan dengan pemikiran mazhab mereka. Hal ini tidak berarti mereka menolak hadits secara keseluruhan, melainkan hanya menerima hadits yang bertaraf mutawatir saja.[12]
·          
Ada beberapa hal yang perlu dicatat tentang ingkar as-sunnah klasik yaitu, bahwa ingkar as-sunnah klasik kebanyakan masih merupakan pendapat perseorangan dan ha itu muncul akibat ketidaktahuan  mereka tentang fungsi dan kedudukan hadist. Karena itu, setelah diberitahu tentang urgensi sunnah, mereka akhirnya menerimanya kembali. Sementara lokasi ingkar as-sunnah klasik berada di Irak, Basrah.
B. Ingkar As-Sunnah Masa Kini
Apabila ingkar as-sunnah klasik muncul di Basrah, akibat ketidaktahuan sementara orang terhadap fungsi dan kedudukan hadist, ingkar as-sunnah modern muncul di Kairo Mesir akibat adanya pengaruh emikiran kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia islam.
Apabila ingkar as-sunnah klasik masih banyak bersifat perseorangan dan tidak menamakan dirinya sebagai mujtahid atau pembaharu, ingkar as-sunnah modern banyak bersifat kelompok yang terorganisasi, dan tokoh-tokohnya banyak yang mengklaim dirinya sebagai mujtahid dan pembaharu.
 Kemudian jika kelompok Ingkar Sunnah abad klasik sulit untuk diidentifikasi, maka kelompok Ingkar Sunnah abad modern terutama tokoh-tokohnya dapat diketahui dengan jelas dan pasti, antara lain tokoh-tokoh ingkar as-sunnah modern, yaitu :[13]

1. Taufiq Shidqi ( w. 1920 m)
Tokoh ini berasal dari Mesir, dia menolak Hadits Nabi saw, dan menyatakan bahwa al-Qur'an adalah satu-satunya sumber ajaran Islam. Menurutnya "al-Islam huwa al-Qur'an" (Islam itu adalah al-Qur'an itu sendiri). Dia juga menyatakan bahwa tidak ada satu pun Hadits Nabi saw yang dicatat pada masa beliau masih hidup, dan baru di catat jauh hari setelah Nabi wafat. Karena itu menurutnya, memberikan peluang yang lebar kepada manusia untuk merusak dan mengada-ngadakan Hadits sebagaimana yang sempat terjadi (Irsyadunnas, 94). Namun ketika memasuki dunia senja, tokoh ini meninggalkan pandangannya dan kembali menerima otoritas kehujjahan Hadits Nabi saw.

2. Rasyad Khalifa
Dia adalah seorang tokoh Ingkar Sunnah yang berasal dari Mesir kemudian menetap di Amerika. Dia hanya mengakui al-Qur'an sebagai satu-satunya sumber ajaran Islam yang berakibat pada penolakannya terhadap Hadits Nabi saw.

3. Ghulam Ahmad Parwes
Tokoh ini berasal dari India, dan juga pengikut setia Taupiq Shidqi. Pendapatnya yang terkenal adalah: bahwa bagaimana pelaksanaan shalat terserah kepada para pemimpin Umat untuk menentukannya secara musyawarah, sesuai dengan tuntunan dan situasi masyarakat. Jadi menurut kelompok ini tidak perlu ada Hadits Nabi saw. Anjuran taat kepada Rasul mereka pahami sebagai taat kepada sistem/ide yang telah dipraktekkan oleh Nabi saw, bukan kepada Sunnah secara harfiah. Sebab kata mereka, Sunnah itu tidak kekal, yang kekal itu sistem yang terkandung di dalam ajaran Islam.

4. Kasim Ahmad
Tokoh ini berasal dari Malaysia, dan seorang pengagum Rasyad Khalifa, karena itu pandangan-pandangnnya pun tentang Hadits Nabi saw sejalan dengan tokoh yang dia kagumi. Lewat bukunya, "Hadits Sebagai Suatu Penilaian Semua", Kasim Ahmad menyeru Umat Islam agar meninggalkan Hadits Nabi saw, karena menurut penilaianya Hadits Nabi saw tersebut adalah ajaran-ajaran palsu yang dikaitkan dengan Hadits Nabi saw. Lebih lanjut dia mengatakan "bahwa Hadits Nabi saw merupakan sumber utama penyebab terjadinya perpecahan Umat Islam; kitab-kitab Hadits yag terkenal seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim adalah kitab-kitab yang menghimpun Hadits-Hadits yang berkualitas dhaif dan maudhu', dan juga Hadits yang termuat dalam kitab-kitab tersebut banyak bertentangan dengan al-Qur'an dan logika.

5. Tokoh-tokoh Ingkar Sunnah asal Indonesia
Tokoh Ingkar Sunnah yang berasal dari Indonesia adalah Abdul Rahman, Moh. Irham, Sutarto, dan Lukman Saad. Sekitar tahun 1983 an tokoh ini sempat meresahkan masyarakat dan menimbulkan banyak reaksi dikarenakan pandangan-pandangan mereka terhadap al-Hadits. Untuk menanggulangi keresahan, maka keluarlah "Surat Keputusan Jaksa Agung No. kep. 169/J. A/1983 tertanggal 30 September 1983" yang berisi larangan terhadap aliran Ingkar Sunnah di seluruh wilayah Republik Indonesia.

3.3. Argumentasi Kelompok Ingkar As-Sunnah
Sebagai suatu paham atau aliran, ingkar as-sunnah klasik ataupun modern memiliki argument-argumen yang dijadikan landasan mereka. Tanpa argument-argumen itu, pemikiran mereka tidak berpengaruh apa-apa. Argument mereka antara lain :[14]
A. Agama bersifat konkrit dan pasti
Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada hal yang pasti. Apabila kita mengambil dam memakai hadits, berarti landasan agama itu tidak pasti. Al-quran yang kita jadikan landasan agama itu bersifat pasti. Sementara apabila agama islam itu bersumber dari hadits , ia tidak akan memiliki kepastian karena hadits itu bersifat dhanni (dugaan), dan tidak sampai pada peringkat pasti.
B.     Al-Quran sudah lengkap
Jika kita berpendapat bahwa al-quran masih memerlukan penjelasan, berarti kita secara jelas mendustakan al-quran dan kedudukan al-quran yang membahas segala hal dengan tuntas. Oleh karena itu, dala syariat Allah idak mungkin diambil pegangan lain, kecuali al-quran.
C.    Al-Quran tidak memerlukan penjelas
Al-quran tidak memelukan penjelasan, justru sebaliknya al-quran merupakan penjelasan terhadap segala hal. Mereka menganggap bahwa al-quran cukup memberikan penjelasan terhadap segala masalah.

3.4. Lemahnya Argumen Para Pengingkar Sunnah
Ternyata argumen yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi para pengingkar sunnah memiliki banyak kelemahan, misalnya :[15]
1.        Pada umumnya pemahaman ayat tersebut diselewengkan maksudnya sesuai dengan kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89 yang merupakan salah satu landasan bagi kelompok ingkar sunnah untuk maenolak sunnah secara keseluruhan. Menurut al-Syafi’I ayat tersebut menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global, seperti dalam kewajiban shalat, dalam hal ini fungsi hadits adalah menerangkan secara tehnis tata cara pelaksanaannya. Dengan demikian surat an-Nahl sama sekali tidak menolak hadits sebagai salah satu sumber ajaran. Bahkan ayat tersebut menekankan pentingnya hadits.
2.        Surat Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai dalil mereka menolak hadits ahad sebagai hujjan dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah zhanni adalah tentang keyakinan yang menyekutukan Tuhan. Keyakinan itu berdasarkan khayalan belaka dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Keyakinan yang dinyatakan sebagai zhanni pada ayat tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dan tidak da kesamaannya dengan tingkat kebenaran hasil penelitian kualitas hadits. Keshahihan hadits ahad bukan didasarkan pada khayalan melainkan didasarkan pada metodologi yang dapat dipertanggung jawabkan.[16]  

3.5.Tentang Sebab Peng-ingkaran Terhadap Sunnah Nabi saw
Melihat dari beberapa permasalahan di atas yang berhubungan dengan adanya pengingkaran Sunnah dikalangan Umat Islam, dapatlah kiranya dilihat sebab adanya pengingkaran tersebut, diantaranya:[17]
1) Pemahaman yang tidak terlalu mendalam tentang Hadits Nabi saw. Dan kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya secara keseluruhan, demikian menurut Imam Syafi'i.
2) Kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang bahasa Arab, sejarah Islam, sejarah periwayatan, pembinaan Hadits, metodologi penelitian Hadits, dan sebagainya.
3) Keraguan yang berhubungan dengan metodologi kodifikasi Hadits, seperti keraguan akan adanya perawi yang melakukan kesalahan atau muncul dari kalangan mereka para pemalsu dan pembohong.
4) Keyakinan dan kepercayaan mereka yang mendalam kepada al-Qur'an sebagai kitab yang memuat segala perkara.
5) Keinginan untuk memahami Islam secara langsung dari al-Qur'an berdasarkan kemampuan rasio semata dan merasa enggan melibatkan diri pada pengkajian Hadits, metodologi penelitian Hadits yang memiliki karakteristik tersendiri. Sikap yang demikian ini, disebabkan oleh keinginan untuk berfikir bebas tanpa terikat oleh norma-norma tertentu, khususnya yang berkaiatan dengan Hadits Nabi saw. 6) Adanya statement al-Qur'an yang menyatakan bahwa al-Qur'an telah menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan ajaran Islam (QS. Al-Nahl: 89), juga terdapatnya tenggang waktu yang relatif lama antara masa kodifikasi hadits dengan masa hidupnya Nabi saw (wafatnya beliau).


BAB 4
PENUTUP

 4.1  Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, makalah ini dapat disimpulkan ke dalam beberapa poin, yaitu:
1) Hadits merupakan sumber hokum kedua setelah al-quran, dimana kita diwajibkan mempercayai hadits sebagaimana kita mempercayai al-quran.  
2) Lahirnya kelompok Ingkar Sunnah dilatar belakangi oleh beberapa sebab, diantaranya: Pemahaman mereka yang tidak terlalu baik dan mendalam tentang Hadits/Sunnah Nabi saw, kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya secara keseluruhan, kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang bahasa Arab, sejarah Islam (kodifikasi Hadits), sejarah periwayatan, pembinaan Hadits, metodologi penelitian Hadits, dan adanya statement al-Qur'an yang menyatakan bahwa al-Qur'an telah menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan ajaran Islam (QS. Al-Nahl: 89).
3) Dampak dari penolakan ini bisa mengakibatkan Umat Islam akan kehilangan satu panduan hidup yang sangat berarti selain al-Qur'an; dan yang ekstrim bisa mengakibatkan seseorang kafir (keluar/dianggap keluar) dari agama Islam.



DAFTAR PUSTAKA


Siba’i,Mustafa.1993.Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam (diterjemahkan oleh Nurcholis Majid): Pustaka Pirdaus.Jakarta
Solahudin,Agus.M dan Suyadi,Agus.2009.Ulumul Hadits:Pustaka Setia.Bandung.
Suparta,Munzier.1993.Ilmu Hadits:PT.Grafindo Persada.Jakarta
Qardhawi,yusuf.1993.Bagaimana Memahami Hadits Nabi SAW:
                   Kharisma.Bandung
http://www.google.com// kelompok ingkar as-sunnah.html
http://www.google.com// tokoh-tokoh ingkar as-sunnah modern.html




[1] M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi.,Ulumul Hadits.2009.,Pustaka Setia,.hlm.73
[2] Ajjaj Al-Khatib,.Ushul Al-Hadits.,hlm 35
[3] Ibid,.Op.Cit.,hlm75
[4] Munzier Suparta,Ilmu Hadits ,1993,PT.Grafindo Persada.,hlm.46
[5] Ibid.,hlm.48
[6] Yusuf Qardhawi,Bagaimana Memahami Hadits Nabi SAW,1993,Kharisma.,hlm.46
[7] Ibid.,hlm.47
[8] M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi.,Op.Cit.,hlm.207-208
[9] Ibid.hlm.208
[10] Ibid.,hlm.210-211
[11] Ibid.,hlm.211-212
[12] Ibid.,hlm.213
[13] http://www.google.com// tokoh-tokoh ingkar as-sunnah modern.html
[14] M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi.,Loc.Cit.,hlm.219-221
[15] http://www.google.com// kelompok ingkar as-sunnah.html
[16] Mustafa Siba’I, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, diterjemahkan oleh Nurcholis Majid, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993, hlm. 122-125.
[17] http://www.google.com// kelompok ingkar as-sunnah.html