MAKALAH
KEDUDUKAN
HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM DAN PERMASALAHAN KELOMPOK INGKAR AS-SUNNAH
Diajukan
untuk memenuhi dan melengkapi tugas terstruktur
Pengantar Studi Hadits
Dosen
Pembimbing :
A.Syatory,M.Si.
Disusun Oleh :
Ahmad Hidayat
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN
)
SYEKH NURJATI CIREBON
DESEMBER,2011
DESEMBER,2011
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Kita
semua tahu bahwa hadits merupakan landasan atau sumber hokum islam kedua
setelah Al-Quran. Dimana setelah Nabi SAW wafat terjadi banyak fitnah terhadap
para sahabat yang mengakibatkan lahirnya kelompok ingkar as-sunnah, baik
perseorangan ataupun kelompok yang terorganisasi. Maka dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana kedudukan hadits
sebagai sumber hokum islam dan permasalahan kelompok ingkar as-sunnah.
1.2.
Rumusan Masalah
Mengacu
kepada latar belakang yan sudah dijeaskan di atas, maka rumusan masalah ini,
sebagai berikut :
1. Bagaimana
kedudukan hadits sebagai sumber hokum islam ?
2. Bagaimana
permasalahan ingkar as-sunnah pada masa klasik dan masa modern ?
3. Apa
yang menyebabkan terjadinya engingkaran terhadap as-sunnah?
1.3. Tujuan
Tujuan
dari pembahasan makalah ini adalah untuk menjelaskan lebih lanjut rumusan
masalah di atas, yakni :
1. Menjelaskan
kedudukan hadits sebagai sumber hokum islam.
2. Menjelaskan
permasalahan kelompok ingkar as-sunnah pada masa klasik dan masa modern.
3. Memaparkan
sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya pengingkaran terhadap as-sunnah.
BAB 2
KEDUDUKAN HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM
Seluruh
umat islam, baik yang ahli naqli ataupun yang ahli akal telah sepakat bahwa
hadits merupakan dasar hukum islam, yang merupakan salah satu dari sumber hukum
islam. Ia menempati kedudukannya yang sangat penting setelah Al-Quran. Umat
islam diwajibkan mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti Al-Quran.
Dengan demikian antara hadits dan Al-Quran memiliki kaitan yang sangat erat,
yang satu sama lain tidak bisa dipisahkan atau berjalan sendiri-sendiri.[1]
Menurut Muhammad ajjal Al-Khatib, bahwa Al-Quran dan
hadits merupakan dua sumber hukum syariah islam yang tetap, yang orang muslim
tidak mampu memahami syariat islam dengan tanpa kembali kepada dua sumber
tersebut. Mujtahid dan orang dalam pun tidak diperbolehkan hanya mencakupkan
diri denan salah satu dari keduanya.[2]
Banyak
ayat Al-Quran dan hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits itu merupakan
salah satu sumber hukum islam selain Al-quran yang wajib diikuti sebagaimana
mengikuti al-quran, baik dalam bentuk awamir ataupun nawaminya.
1. Dalil Al-Quran
Firman Allah dalam surat Al-Hashr ayat 7 :
“ Apa yang diberikan rasul kepadamu
terimalah dan apa-apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah dan bertaqwalah
kepada Allah,
sesungguhnya Allah sangat keras hukum-Nya”.
Dan
firman Allah dalam surat
Al-Maidah ayat 92 :
“ Dan taatlah kamu kepada Allah dan
kepada Rasul-Nya dan
berhati-hatilah”
Disamping
itu, banyak juga ayat yang mewajibkan ketaatan kepada rasul secara khusus dan
terpisah, antara lain :[3]
1. Q.S.An-Nissa
ayat 65 dan 80
2. Q.S.Ali
Imran ayat 31
3. Q.S.An-Nur
ayat 56, 62, dan 63
4. Q.S.Al-Araf
ayat 158
Ayat-ayat
di atas dapat ditarik gambaran bahwa setiap ada perintah taat kepada Allah
harus diiringi taat kepada rasul-Nya. Dari sinilah sebetulnya dapat dinyatakan
bahwea ungkapan wajib taat kepada rasul dan larangan mendurhakainya.
2.
Dalil Hadits Rasulallah SAW
Dalam
salah satu pesan rasulallah , berkenaan dengan keharusan menjadikan hadits
sebagai sumber hukum atau pedoman hidup disamping Al-Quran sebagai pedoman
utamanya. Seperti sabda Nabi Muhammad SAW., sebagai berikut :[4]
“ Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian.
Jika kalian berpegang pada keduannya, niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab
Allah (Al-quran) dan sunah Rasul-Nya “
(HR.Al-Hakim dari Abu Hurairah)
Hadits
tersebut menunjukan bahwa nabi SAW diberi al-quran dan sunnah, dan mewajibkan
kita berpegang teguh pada keduanya, serta mengambil yang ada pada sunnah
seperti mengambil pada al-quran. Masih banyak hadits yangmenegaskan tentang
kewajiban mengikuti perintah dan tuntutan Nabi SAW.
3.
Kesepakatan Ulama ( Ijma )
Seluruh
umat islam telah sepakat untuk menjadikan dan mengamalkan hadits sebagai salah
satu dasar hukum beramal, karena sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah SWT.
Disamping itu penerimaan mereka terhadap hadits sama seperti penerimaan mereka
terhadap Al-Quran, ketika keduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber huku islam.
Banyak
peristiwa menunjukan adanya kesepakatan menggunakan hadits sebagai sumber hukum
islam, antara lain : ketika Abu Bakar dibaiiat menjadi khalifah, ia pernah
berkata “ saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh
rasulallah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya”.[5]
Pembahasan
tentang hadits sebagai dasar hukum syariat islam dilakukan secara luas dalam
semua kitab ushuf fiqh dan dari semua mazhab, sedemikian pentingnya sampai
Al-Auzyi mengatakan bahwa “Al-quran lebih membutuhkan hadits disbanding
dengan kebutuhan hadits terhadap Al-quran”.[6]
Menurut
As-Saukani : singkatnya keberadaan sebagai hujjah (sumber hukum islam) serta
wewenang dalam penetapan hukum sudah merupakan keharusan dalam agama, tak
seorangpun berbeda paham tentangnya kecuali mereka yang tidak memiliki cukup
ilmu dalam islam.[7]
BAB
3
INGKAR AS-SUNNAH
3.1. Pengertian Ingkar As-Sunnah
Ingkar as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan
terhadap sunnah rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka membuat
metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini mengakibatkan tertolaknya
sunnah baik sebagian maupun keseluruhannya.
Menurut Imam Syafi’i ada tiga jenis kelompok ingkar
as-sunnah. Pertama, kelompok yang menolak hadits-hadits rasulallah
SAW secara keseluruhan dan beranggapan bahwa al-quran diturunkan Allah dalam
bahasa arab, dengan penguasaan bahasa arab yang baik, al-quran dapat dipahami
tanpa memerlukan bantuan penjelasan dari sunah-sunah Nabi SAW. Kedua,
kelompok yang menolak hadits Nabi, yang kandungannya baik secara implicit
ataupun eksplisit tidak disebutkan dalam Al-quran. Mereka beragumentasi bahwa Al-quran telah
menjelaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan ajaran agama islam, karena
itu lanjut mereka, hadits Nabi tidak memiliki otoritas yang menentukan hukum di
luar ketentuan yang terdapat dalam Al-quran.
Ketiga,
kelompok yang menolak hadits Nabi yang berstatus ahad dan hanya meneriam hadits
yang bertaraf mutawatir. Kelompk ini beranggapan bahwa hadits ahad sekalipun memenuhi
persyaratan sebagai hadits Nabi adalah bernilai zhanni al-wurud (proses
penukilan tidak meyakinkan).[8]
Untuk
menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan beberapa ayat al-Qur’an sebagai
dallil yaitu:
ﻮﺍﻦ ﺍﻠﻈﻦ ﻻﻴﻐﻨﻰ ﻤﻦ
ﺍﻠﺤﻖ ﺸﻴﺌﺎ
“…Sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikitpun
terhadap kebenaran”. (Q.S.An-Najm :28)
Berdasarkan
ayat di atas, mereka berpendapat bahwa hadits Ahad tidak dapat dijadikan hujjah
atau pegangan dalam urusan agama. Menurut kelompok ini, urusan agama harus
didasarkan pada dalil yang qath’i yang diyakini dan disepakati bersama
kebenarannya. Oleh karena itu hanya al-Qur’an dan hadits mutawatir saja yang
dapat dijadikan sebagi hujjah atau sumber ajaran Islam.
3.2. Sejarah Perkembangan Ingkar As-Sunnah
A. Ingkar As-Sunnah Klasik
Pertanda
munculnya “Ingkar Sunnah” sudah ada sejak masa sahabat, ketika Imran bin
Hushain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadits, seseorang menyela untuk tidak
perlu mengajarkannya, tetapi cukup dengan mengerjakan al-Qur’an saja.
Menanggapi pernyataan tersebut Imran menjelaskan bahwa “kita tidak bisa
membicarakan jumlah rakaat dalam shalat, dengan segala syarat-syaratnya kecuali
dengan petunjuk Rasulullah saw. Mendengar penjelasan tersebut, orang menyadari
kekeliruannya dan berterima kasih kepada Imran karena telah menyadarkannya.
Akhirnya, sebelum wafat, orang tersebut menjadi ahli fiqh.[9]
Sikap
penampikan atau pengingkaran terhadap sunnah Rasul saw yang dilengkapi dengan
argumen pengukuhan baru muncul pada penghujung abad ke-2 Hijriyah pada awal
masa Abbasiyah. Pada masa ini bermunculan kelompok ingkar as-sunnah. Menurut
imam Syafi’i ada tiga kelompok ingkar as-sunnah seperti telah dijelaskan di
atas. Antara lain :
1.
Khawarij
Dari
sudut kebahasaan, kata khawarij merupakan bentuk jamak dari kata kharij yang
berarti sesuatu yang keluar. Sementara menurut pengertian terminologis khawarij
adalah kelompok atau golongan yang pertama keluar dan tidak loyal terhadap
pimpinan yang sah. Dan yang dimaksud dengan khawarij disini adalah golongan
tertentu yang memisahkan diri dari kepemimpinan Ali bin Abi Thalib r.a.
Ada
sumber yang mengatakan bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat
sebelum terjadinya fitnah yang mengakibatkan terjadinya perang saudara. Yaitu
perang jamal (antara sahabat Ali r.a dengan Aisyah) dan perang Siffin ( antara
sahabat Ali r.a dengan Mu’awiyah r.a). Dengan alasan bahwa seelum kejadian
tersebut para sahabat dinilai sebagai orang-orang yang ‘adil (muslim yang sudah
akil-baligh, tidak suka berbuat maksiat, dan selalu menjaga martabatnya).
Namun, sesudah kejadian fitnah tersebut, kelompok khawarij menilai mayoritas
sahabat Nabi SAW sudah keluar dari islam. Akibatnya, hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh para sahabat setelah kejadian tersebut mereka tolak.
Seluruh
kitab-kitab tulisan orang-orang khawarij sudah punah seiring dengan punahnya mazhab
khawarij ini, kecuali kelompok Ibadhiyah yang masih termasuk golongn khawarij.
Dari sumber (kitab-kitab) yang ditulis oleh golongan ini ditemukan Hadits nabi
saw yang diriwayatkan oleh atau berasal dari Ali, Usman, Aisyah, Abu Hurairah,
Anas bin Malik, dan lainnya. Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan bahwa
seluruh golongan khawarij menolak Hadits yang diriwayatkan oleh Shahabat Nabi
saw, baik sebelum maupun sesudah peristiwa tahkim adalah tidak benar.[10]
2.
Syiah
Kata syiah berarti ‘para pengikut’ atau para pendukung.
Sementara menurut istilah ,syiah adalah
golongan yang menganggap Ali bin Abi Thalib lebih utama daripada khalifah yang sebelumnya, dan berpendapat
bahwa al-bhait lebih berhak menjadi
khalifah daripada yang lain.
Golongan
syiah terdiri dari berbagai
kelompok dantiap kelompok menilai
kelompok yang lain sudah keluar dari islam. Sementara kelompok yang
masih eksis hingga sekarang adalah kelompok Itsna ‘asyariyah. Kelompok
ini menerima hadits nabawi sebagai salah satu syariat islam. Hanya saja ada perbedaan nmendasar antara kelompok
syiah ini dengan golongan ahl sunnah (golongan
mayoritas umat islam), yaitu dalam hal penetapan hadits.
Golongan
syiah menganggap bahwa sepeninggal Nabi SAW mayoritas para sahabat sudah murtad
kecuali beberapa orang saja yang menurut menurut merekamasih tetap muslim.
Karena itu, golongan syiah menolak hadits-hadits yang diriwayatkan oleh
mayoritas para sahabat tersebut. Syiah
hanya menerima hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh ahli baiat saja.[11]
3.
Mutazilah
Arti
kebahasaan dari kata mutazilah adala ‘sesuatu yang mengasingkan diri’. Sementara yang dimaksud
disini adalah golongan yang mengasingkan diri mayoritas umat islam karena
berpendapat bahawa seorang muslim yang fasiq idak dapat disebut mukmin atau
kafir.
Imam
Syafi’I menuturkan perdebatannya dengan orang yang menolak sunnah, namun beliau
tidak menelaskan siapa arang yang menolak sunah itu. Sementara sumber-sumber
yang menerankan sikap mutazilah erhadap sunnah masih terdapat kerancuan, apakah
mutazilah menerima sunnah keseluruhan,
menolak keseluruhan, atau hanya menerima sebagian sunnah saja.
Kelompok
mutazilah menerima sunnah seperti halnya umat islam, tetapi mungkin ada
beberapa hadits yang mereka kritik apabila hal tersebut berlawanan dengan
pemikiran mazhab mereka. Hal ini tidak berarti mereka menolak hadits secara
keseluruhan, melainkan hanya menerima hadits yang bertaraf mutawatir saja.[12]
·
Ada
beberapa hal yang perlu dicatat tentang ingkar as-sunnah klasik yaitu, bahwa
ingkar as-sunnah klasik kebanyakan masih merupakan pendapat perseorangan dan ha
itu muncul akibat ketidaktahuan mereka
tentang fungsi dan kedudukan hadist. Karena itu, setelah diberitahu tentang
urgensi sunnah, mereka akhirnya menerimanya kembali. Sementara lokasi ingkar
as-sunnah klasik berada di Irak, Basrah.
B. Ingkar As-Sunnah Masa Kini
Apabila ingkar as-sunnah klasik muncul di Basrah,
akibat ketidaktahuan sementara orang terhadap fungsi dan kedudukan hadist,
ingkar as-sunnah modern muncul di Kairo Mesir akibat adanya pengaruh emikiran
kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia islam.
Apabila ingkar as-sunnah klasik masih banyak
bersifat perseorangan dan tidak menamakan dirinya sebagai mujtahid atau
pembaharu, ingkar as-sunnah modern banyak bersifat kelompok yang terorganisasi,
dan tokoh-tokohnya banyak yang mengklaim dirinya sebagai mujtahid dan
pembaharu.
Kemudian jika kelompok Ingkar
Sunnah abad klasik sulit untuk diidentifikasi, maka kelompok Ingkar Sunnah abad
modern terutama tokoh-tokohnya dapat diketahui dengan jelas dan pasti, antara
lain tokoh-tokoh ingkar as-sunnah modern, yaitu :[13]
1. Taufiq Shidqi ( w. 1920 m)
Tokoh ini berasal dari Mesir, dia menolak Hadits Nabi saw, dan
menyatakan bahwa al-Qur'an adalah satu-satunya sumber ajaran Islam. Menurutnya
"al-Islam huwa al-Qur'an" (Islam itu adalah al-Qur'an itu sendiri).
Dia juga menyatakan bahwa tidak ada satu pun Hadits Nabi saw yang dicatat pada
masa beliau masih hidup, dan baru di catat jauh hari setelah Nabi wafat. Karena
itu menurutnya, memberikan peluang yang lebar kepada manusia untuk merusak dan
mengada-ngadakan Hadits sebagaimana yang sempat terjadi (Irsyadunnas, 94).
Namun ketika memasuki dunia senja, tokoh ini meninggalkan pandangannya dan
kembali menerima otoritas kehujjahan Hadits Nabi saw.
2. Rasyad Khalifa
Dia adalah seorang tokoh Ingkar Sunnah yang berasal dari Mesir kemudian
menetap di Amerika. Dia hanya mengakui al-Qur'an sebagai satu-satunya sumber
ajaran Islam yang berakibat pada penolakannya terhadap Hadits Nabi saw.
3. Ghulam Ahmad Parwes
Tokoh ini berasal dari India,
dan juga pengikut setia Taupiq Shidqi. Pendapatnya yang terkenal adalah: bahwa
bagaimana pelaksanaan shalat terserah kepada para pemimpin Umat untuk
menentukannya secara musyawarah, sesuai dengan tuntunan dan situasi masyarakat.
Jadi menurut kelompok ini tidak perlu ada Hadits Nabi saw. Anjuran taat kepada
Rasul mereka pahami sebagai taat kepada sistem/ide yang telah dipraktekkan oleh
Nabi saw, bukan kepada Sunnah secara harfiah. Sebab kata mereka, Sunnah itu
tidak kekal, yang kekal itu sistem yang terkandung di dalam ajaran Islam.
4. Kasim Ahmad
Tokoh ini berasal dari Malaysia,
dan seorang pengagum Rasyad Khalifa, karena itu pandangan-pandangnnya pun
tentang Hadits Nabi saw sejalan dengan tokoh yang dia kagumi. Lewat bukunya,
"Hadits Sebagai Suatu Penilaian Semua", Kasim Ahmad menyeru Umat
Islam agar meninggalkan Hadits Nabi saw, karena menurut penilaianya Hadits Nabi
saw tersebut adalah ajaran-ajaran palsu yang dikaitkan dengan Hadits Nabi saw.
Lebih lanjut dia mengatakan "bahwa Hadits Nabi saw merupakan sumber utama
penyebab terjadinya perpecahan Umat Islam; kitab-kitab Hadits yag terkenal
seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim adalah kitab-kitab yang
menghimpun Hadits-Hadits yang berkualitas dhaif dan maudhu', dan juga Hadits
yang termuat dalam kitab-kitab tersebut banyak bertentangan dengan al-Qur'an
dan logika.
5. Tokoh-tokoh Ingkar Sunnah asal
Indonesia
Tokoh Ingkar Sunnah yang berasal dari Indonesia adalah Abdul Rahman, Moh.
Irham, Sutarto, dan Lukman Saad. Sekitar tahun 1983 an tokoh ini sempat
meresahkan masyarakat dan menimbulkan banyak reaksi dikarenakan
pandangan-pandangan mereka terhadap al-Hadits. Untuk menanggulangi keresahan,
maka keluarlah "Surat Keputusan Jaksa Agung No. kep. 169/J. A/1983
tertanggal 30 September 1983" yang berisi larangan terhadap aliran Ingkar
Sunnah di seluruh wilayah Republik Indonesia.
3.3. Argumentasi Kelompok Ingkar As-Sunnah
Sebagai suatu paham atau aliran, ingkar as-sunnah
klasik ataupun modern memiliki argument-argumen yang dijadikan landasan mereka.
Tanpa argument-argumen itu, pemikiran mereka tidak berpengaruh apa-apa.
Argument mereka antara lain :[14]
A. Agama bersifat konkrit dan pasti
Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan
pada hal yang pasti. Apabila kita mengambil dam memakai hadits, berarti
landasan agama itu tidak pasti. Al-quran yang kita jadikan landasan agama itu
bersifat pasti. Sementara apabila agama islam itu bersumber dari hadits , ia
tidak akan memiliki kepastian karena hadits itu bersifat dhanni (dugaan), dan
tidak sampai pada peringkat pasti.
B. Al-Quran
sudah lengkap
Jika kita berpendapat bahwa al-quran masih
memerlukan penjelasan, berarti kita secara jelas mendustakan al-quran dan
kedudukan al-quran yang membahas segala hal dengan tuntas. Oleh karena itu,
dala syariat Allah idak mungkin diambil pegangan lain, kecuali al-quran.
C. Al-Quran
tidak memerlukan penjelas
Al-quran tidak memelukan penjelasan, justru
sebaliknya al-quran merupakan penjelasan terhadap segala hal. Mereka menganggap
bahwa al-quran cukup memberikan penjelasan terhadap segala masalah.
3.4. Lemahnya Argumen Para
Pengingkar Sunnah
Ternyata argumen yang dijadikan
sebagai dasar pijakan bagi para pengingkar sunnah memiliki banyak kelemahan,
misalnya :[15]
1.
Pada umumnya pemahaman ayat tersebut
diselewengkan maksudnya sesuai dengan kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89 yang merupakan salah
satu landasan bagi kelompok ingkar sunnah untuk maenolak sunnah secara
keseluruhan. Menurut al-Syafi’I ayat tersebut menjelaskan adanya kewajiban
tertentu yang sifatnya global, seperti dalam kewajiban shalat, dalam hal ini
fungsi hadits adalah menerangkan secara tehnis tata cara pelaksanaannya. Dengan
demikian surat
an-Nahl sama sekali tidak menolak hadits sebagai salah satu sumber ajaran.
Bahkan ayat tersebut menekankan pentingnya hadits.
2.
Surat Yunus ayat 36 yang dijadikan
sebagai dalil mereka menolak hadits ahad sebagai hujjan dan menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan istilah zhanni adalah tentang keyakinan yang menyekutukan
Tuhan. Keyakinan itu berdasarkan khayalan belaka dan tidak dapat dibuktikan
kebenarannya secara ilmiah. Keyakinan yang dinyatakan sebagai zhanni pada ayat
tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dan tidak da kesamaannya dengan
tingkat kebenaran hasil penelitian kualitas hadits. Keshahihan hadits ahad
bukan didasarkan pada khayalan melainkan didasarkan pada metodologi yang dapat
dipertanggung jawabkan.[16]
3.5.Tentang Sebab Peng-ingkaran
Terhadap Sunnah Nabi saw
Melihat dari beberapa permasalahan di atas yang berhubungan dengan
adanya pengingkaran Sunnah dikalangan Umat Islam, dapatlah kiranya dilihat
sebab adanya pengingkaran tersebut, diantaranya:[17]
1) Pemahaman yang tidak terlalu mendalam tentang Hadits Nabi saw. Dan
kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya secara keseluruhan,
demikian menurut Imam Syafi'i.
2) Kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang bahasa Arab, sejarah Islam,
sejarah periwayatan, pembinaan Hadits, metodologi penelitian Hadits, dan
sebagainya.
3) Keraguan yang berhubungan dengan metodologi kodifikasi Hadits, seperti
keraguan akan adanya perawi yang melakukan kesalahan atau muncul dari kalangan
mereka para pemalsu dan pembohong.
4) Keyakinan dan kepercayaan mereka yang mendalam kepada al-Qur'an sebagai
kitab yang memuat segala perkara.
5) Keinginan untuk memahami Islam secara langsung dari al-Qur'an
berdasarkan kemampuan rasio semata dan merasa enggan melibatkan diri pada
pengkajian Hadits, metodologi penelitian Hadits yang memiliki karakteristik
tersendiri. Sikap yang demikian ini, disebabkan oleh keinginan untuk berfikir
bebas tanpa terikat oleh norma-norma tertentu, khususnya yang berkaiatan dengan
Hadits Nabi saw. 6) Adanya statement al-Qur'an yang menyatakan bahwa
al-Qur'an telah menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan ajaran Islam
(QS. Al-Nahl: 89), juga terdapatnya tenggang waktu yang relatif lama antara
masa kodifikasi hadits dengan masa hidupnya Nabi saw (wafatnya beliau).
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari
pemaparan di atas, makalah ini dapat disimpulkan ke dalam beberapa poin, yaitu:
1) Hadits
merupakan sumber hokum kedua setelah al-quran, dimana kita diwajibkan
mempercayai hadits sebagaimana kita mempercayai al-quran.
2) Lahirnya
kelompok Ingkar Sunnah dilatar belakangi oleh beberapa sebab, diantaranya:
Pemahaman mereka yang tidak terlalu baik dan mendalam tentang Hadits/Sunnah
Nabi saw, kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya secara keseluruhan,
kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang bahasa Arab, sejarah Islam
(kodifikasi Hadits), sejarah periwayatan, pembinaan Hadits, metodologi
penelitian Hadits, dan adanya statement al-Qur'an yang menyatakan bahwa
al-Qur'an telah menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan ajaran Islam
(QS. Al-Nahl: 89).
3) Dampak
dari penolakan ini bisa mengakibatkan Umat Islam akan kehilangan satu panduan
hidup yang sangat berarti selain al-Qur'an; dan yang ekstrim bisa mengakibatkan
seseorang kafir (keluar/dianggap keluar) dari agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Siba’i,Mustafa.1993.Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum
Islam (diterjemahkan oleh
Nurcholis Majid): Pustaka Pirdaus.Jakarta
Solahudin,Agus.M
dan Suyadi,Agus.2009.Ulumul Hadits:Pustaka Setia.Bandung.
Suparta,Munzier.1993.Ilmu
Hadits:PT.Grafindo Persada.Jakarta
Qardhawi,yusuf.1993.Bagaimana
Memahami Hadits Nabi SAW:
Kharisma.Bandung
http://www.google.com// kelompok ingkar as-sunnah.html
http://www.google.com// tokoh-tokoh ingkar
as-sunnah modern.html
[1] M.Agus Solahudin
dan Agus Suyadi.,Ulumul Hadits.2009.,Pustaka Setia,.hlm.73
[2] Ajjaj
Al-Khatib,.Ushul Al-Hadits.,hlm 35
[3] Ibid,.Op.Cit.,hlm75
[4] Munzier
Suparta,Ilmu Hadits ,1993,PT.Grafindo Persada.,hlm.46
[5] Ibid.,hlm.48
[6] Yusuf
Qardhawi,Bagaimana Memahami Hadits Nabi SAW,1993,Kharisma.,hlm.46
[7] Ibid.,hlm.47
[8]
M.Agus
Solahudin dan Agus Suyadi.,Op.Cit.,hlm.207-208
[9] Ibid.hlm.208
[10] Ibid.,hlm.210-211
[11]
Ibid.,hlm.211-212
[12] Ibid.,hlm.213
[13] http://www.google.com// tokoh-tokoh ingkar
as-sunnah modern.html
[14] M.Agus Solahudin
dan Agus Suyadi.,Loc.Cit.,hlm.219-221
[15] http://www.google.com// kelompok ingkar
as-sunnah.html
[16] Mustafa Siba’I, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum
Islam, diterjemahkan oleh Nurcholis Majid, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993, hlm. 122-125.
[17]
http://www.google.com// kelompok ingkar
as-sunnah.html
syukran ,,, jaziilan
BalasHapusthans mas...
BalasHapus